Pemasaran dan Kemasan Jadi PR Produk Pesantren

Pemasaran dan kemasan menjadi tantangan produk pesantren. Namun melalui OPOP produk pesantren akan terbantu dengan peningkatan kedua hal tersebut.

DP
Rabu, 14 Apr 2021
Pemasaran dan Kemasan Jadi PR Produk Pesantren
Salah satu produk pesantren yang telah mendapat pendampingan OPOP Jatim

SURABAYA – Sektor makanan memiliki peluang bisnis menjanjikan di Jawa Timur. Tak ayal banyak pesantren di Jatim yang memilih fokus disektor mamin. Namun tentunya untuk menjadi sebuah produk unggulan, pesantren wajib tahu apa saja syarat agar produk mereka bisa diterima di khayalak luas dan diminati.

Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Malang (Unisma), Prof Dr Mas’ud Said PhD, mengatakan salah satu cara ialah anak-anak muda pesantren harus dibekali tak hanya produksi, tapi juga packaging, pemasaran, serta branding.

Pria yang juga ketua Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jatim ini juga memuji adanya One Pesantren One Product (OPOP) yang mampu memunculkan ratusan produk unggulan pesantren. Bahkan ada 20-an pesantren yang memiliki aset 1-2 triliun rupiah.

“Lah ini sudah pasti ekonomi kalau sudah di atas itu. Wong ada aset Rp 50 miliar saja ekonomi, apalagi aset yang Rp 1 triliun. Kalau di perbankan Rp 1 triliun itu bisa utang Rp 2 triliun,” ujarnya. Hanya saja, selama ini orang Indonesia, termasuk kalangan, pesantren belum ‘mempekerjakan’ asetnya,” tuturnya.

“Kata Sri Mulyani (Menteri Keuangan), apa bedanya orang Amerika dengan Indonesia? Orang Indonesia itu kerja keras asetnya enggak kerja. Amerika orangnya enggak kerja tapi asetnya kerja,” tambahnya.

Dalam acara saresehan terkait kemandirian pesantren dan penguatan ekonomi di Hotel Pesonna Surabaya, Sabtu kemarin (10/4/2021), Prof Mas’ud berharap agar organisasi Barisan Gus dan Santri (BagusS) bisa bekerjasama dengan program prioritas Gubernur Jatim, OPOP. Khususnya juga memberi bantuan untuk masalah pemasaran dan kemasan.

“Alumni, wali antri, santri itu sendiri, itu nanti didorong untuk bisa lebih mandiri, produktif, dan bisa mensuplai kebutuhan umat di luar pesantren. Jadi menurut data statistik, dari 2.300 pesantren, 500 sampai 700 di antaranya sudah memiliki produk sendiri. Cuma mereka tidak di-branding. Jadi seperti ini,” kata Prof Mas’ud sambil menunjukkan produk kopi dari salah satu pesantren di Kabupaten Bondowoso.

Menurutnya juga untuk pengemasan memang terlihat sepele, namun dengan kemasan menarik mampu mengangkat produk agar terlihat berkelas.

“Hal – hal kecil semacam ini sebenarnya juga bisa menjadi pertimbangan pembeli. Dan ketika kemasan sudah bagus, kembali lagi tantangan juga pada manajemen pemasaran. Nah kedua ini yang harus ditingkatkan,” ucapnya.

Ia pun optimis program kemandirian pesantren ini akan terus berjalan, khususnya banyak stakeholder juga yang turut mendukung program prioritas Gubernur.

“Kalau tahap berikutnya sudah ada perbankan syariah yang membantu, tinggal penguatannya,” pungkas Prof Mas’ud. (ebo)

PRODUK UNGGULAN

news
Rp 40.000,00
news
Rp 20.000,00
news
Rp 60.000,00
news
Rp 30.000,00
news
Rp 30.000,00